Masa paling indah adalah masa sekolah. Setuju banget deh. Dibanding kuliah, gue emang lebih suka masa sekolah. Masa di mana bolos adalah tantangan paling seru. Nggak ketahuan syukuuurr, kalo ketahuan siap-siap nguras WC. Coba deh kuliah, mau berangkat ato bolos, nggak ada yang peduli.
SMA gue kebetulan SMA yang ketat banget peraturannya. Kalo telat bakal mampus di tangan Pak Nci' (demi keselamatan bersama nama gue samarin, soalnya kalo beliau marah dunia bisa terbelah 6) waka kesiswaan. Siap-siap diberi pendidikan ala militer : nyeker, bersihin ruang guru, halaman sekolah, dan bersihin perpus.
Semasa SMA, gue adalah kebo. Di rumah, gue lebih suka tidur dibanding maen. Lebih suka maen PS dan nonton dibanding belajar. Lebih suka nyontek dibanding mikir dan lebih suka pacaran dibanding nganter kondangan (ya ialahhh).
Di kelas pun, gue sama kebonya. Jarang banget merhatiin apa yg guru omongin. Gue lebih milih tidur ato nggambar wajah ntu guru, sambil sesekali orek-orek upil pake pulpen. Kesodok dikit, mimisan deh.
Gue bukan seorang trouble maker. Nggak pernah ada catatan buruk semasa SMA. Sebenarnya bukan nggak ada, cuma nggak kecatet aja. Gue pernah berkelahi, pernah bolos. Dan gue selalu menghindari catatan hitam. Di depan guru, gue selalu pasang tampang sok manis dan sok rajin. Padahal buku catetan gue isinya nggak lebih dari 3 halaman doank.
Temen-temen gue nggak ada bedanya sih. Sama aja ancurnya. Perbedaannya mereka lebig brutal dalam menghadapi guru, "Maaf, ya anak-anak. Suara ibu sedikit nggak jelas. Maklum lah lagi musim flu," kata salah seorang guru.
Natan, temen gue langsung nyeletuk, "Jangan dipaksain, Bu. Kemarin, temen saya meninggal lho gara-gara flu! Kalo ibu meninggal gimana?"
"JANGAN DIDOAIN!"
Kelas gue emang kumpulan setan dan iblis. Kelas XB kelas paling brutal dalam sejarah SMA gue (bangga). Semuanya bisa diliat dari siswa-siswi yang berdiam disono. Sukito misalnya, temen gue yang satu ini parah banget. Bolosnya dalam seminggu bisa 3 kali. Pas penerimaan raport, orang tuanya terpaksa mengeluarkan uang ganti rugi diktat. Bukannya dibuat belajar, Sukito malah jual buku-bukunya ke pasar loak. Edan banget dah.
Atau Abei, temen gue udah punya penghasilan sendiri. Pekerjaannya mantap: jualan bokep.
"Ada yang baru nih cad. Loe mau nggak?"
"Amit-amit!"
Gue heran aja ama makhluk satu ini, bisa-bisanya dapat bokep segitu banyaknya. Gue duga sih Abei juga ikutan jadi bintang bokepnya. Kalo bokep kebanyakan adalah adegan kumpul kebo, bedanya bokepnya si Abei isinya kumpulan kebo semua. Discovery Channel banget dah.
Suatu ketika Ferianus, temen sekelas gue, ngomong ke gue, "Cad, kayaknya kelas kita perlu dirombak. Didekor ulang gitu biar agak meriah, kayak kelas waktu SMP gitu lho.."
Kelas gue emang sedikit kumuh. Sebenarnya kumuh karena kita yang menghuninya. Ruang kelas X aslinya adalah ruangan gede berbentuk persegi. Tembok warna putih berkolaborasi dengan hijau dan kuning persis eek orang vegetarian, penuh dengan coretan nggak penting : rumus, hapalan, nama orang tua, dan sumpah serapah. Meja, nggak beda jauh nasibnya ama tembok.
"Iya, kayaknya emang perlu di dekor deh." Gue setuju ama usulan Ferianus.
Saat istirahat, kelas gue ngadain rapat : mau dicat apa nantinya kelas kita. Anak-anak kelas XB terkenal dengan tingkahnya yang lebih mirip primata ketimbang manusia, sehingga ide-idenya pun khas primata ketimbang manusia, sehingga waktu lebih banyak dihabiskan untuk berantem ketimbang goal yang pengen di capai.
"Kita buat tema hutan aja gimana? jadi ntar kita gantungin pisang di tiap sudut ruangan. Terus yah, meja gurunya kita taroh semak belukar di potnya," kata Gorila eh Gloria temen gue yang paling pinter, tapi otanya untuk kali ini segede kutil doank.
Jelas aja lah kagak ada yang setuju.
Semua ide yang aneh masuk semua: tembok dicat item, kursi diganti sofa, sampe ada ide duduk lesehan segala. Semua ide ditolak.
"Poster!" Felix tiba-tiba nyeletuk. "Kita hias aja pake poster."
Besoknya gue liat Felix cs udah siap dengan gulungan poster gede.
"Poster apaan tuh?" gue nanya ke Felix.
"Lo bakal kaget deh." Felix tersenyum, berkata dengan nada menyembunyikan sesuatu.
Selama pelajaran, gue jadi nggak konsen berusaha menerka poster apaan yang dibawa Felix, dan nggak tau kenapa perasaan gue mulai nggak enak.
"Anjrit! Lo serius mau pasang poster ginian?" gue jerit nggak percaya ketika Felix gelar posternya di lantai kelas saat istirahat siang.
Gimana gue nggak kaget coba, kalo poster yang mereka bawa ternyata adalah poster iklan celana dalam.
Yap, celana dalam, warna item!
Yang jadi modelnya The Rock, pegulat WWF.
Untuk beberapa saat gue shock, ini kelas atau toko Lingerie?
Gue liat di kelas lain, dekorasinya keren-keren. Ada yang buat tema laut. Temboknya ditempelin gambar-gambar jenis ikan. Ada yang bertemakan solar sistem, sampe-sampe hordenya terbuat dari matahari (ngaco).
Tapi, nggak di kelas gue.
Temanya : The Rock pake cawat lagi senyum.
"Lo serius mau nempelin poster kayak gini?" gue nanya Felix, si dedengkot genderuwo.
"Serius donk! Liatin dari sana, Cad. Miring nggak gambarnya?"
"Iya miring kayak otak lo!"
Gue sedikit khawatir dengan sanksi apalagi yang bakal dijatuhkan ke kelas gue. Mengingat beberapa waktu yang lalu kelas gue dihukum disuruh bawa 7 macam tanaman langka gara-gara 1 kelas bolos matapelajaran fisika.
"Nggak!! Seharusnya guru-guru itu sadar. Inilah seni dekorasi modern."
"Modern pantat lo!! nggak lebih baik diganti aja?"
"Yah, sebenarnya gue masih punya usul sih."
"Apaan?"
"Nempel poster Zidane. Botaknya kan sama dengan botaknya Pak Sul (sekali lagi nama disamarkan), gimana?
Sejak saat itu, poster itu tertempel gagah di dinding belakang kelas, tepat di atas kepala si Natan.
Tiap pagi, selalu ada ritual khusus yang dilakukan oleh beberapa teman gue setelah masuk kelas. Begitu masuk kelas, bukannya langsung naroh tas, tapi berdiri mendekati poster The Rock cawatan itu. Tau apa yang mereka lakukan setelah itu?
PASANG SIKAP HORMAAATT, GRAKK!! DI DEPAN CAWAT.
Sinting.
"Ngapain juga sih pake hormat?" gue nanya sebagai salah seorang yang masih waras diantara mereka.
"Sadar, Cad. Poster ini tuh lambang kelas kita. Hormatilah dia," jawab Dafid, sang komandan ritual kampret itu sambil ketawa ngakak.
Gue cuma geleng-geleng sedih, jabatan ketua kelas saat itu semakin memperpuruk harga diri gue. Kelas gue nggak ubahnya sebuah rumah sakit jiwa buat para psikopat. Psikopat yang rela membunuh demi cawat. Membunuh harga diri.
Beberapa guru secara nggak terduga malah memuji dekor ruang kelas kita.
"Luar biasa!! Baru kali ini saya lihat ruang kelas seramai ini. Anda semua memang anak-anak yang kreatif!"
"YEEEEEEEEE!!" semua bersorak bangga.
Kreatif katanya? yang benar aja....
Jangan-jangan kalo kita berangkat sekolah cuma pake cawat doank bisa dibilang jenius donk.
"Luar biasa anak-anak!! kalian jenius!! Mulai sekarang kelas kita nggak perlu lagi pakai AC. Mulai besok saya wajibkan seragam khas baru sekolah kita : CAWAT!!
"YEEEEEE..!!!" semua bersorak gembira.
Gue? OGAH!!!
"Anak-anak, saya hargai dekor kelas kalian. Tapi ini adalah ruang kelas, bukan pasar malam. Mulai besok saya minta semua poster dicopot!! kata bu Gian wali kelas kita.
"BHUUUU..!!!"
Bukannya nyopotin, kita malah nambah poster. Nggak cuma poster cawat, poster-poster lainnya kembali dipasang. Poster Zidane akhirnya terwujud dipasang, poster Titanic pas adengan kissing-nya Leo dan Kate, poster grup band, poster dangdut, poster apapun lah, lebih banyak, lebih gede, bahkan lebih mesum. Sampe-sampe stiker Shinchan lagi pamer titit juga ditempel di dinding kelas.
Ini kelas atau klub Striptease?
Herannya lagi, kok masih ada juga guru yang muji dekor ruang mesum ini.
"Saya dukung sepenuhnya dekorasi ini. Saya lihat ruang kelas inimalah semakin menunjang keefektifan kegiatan belajar mengajar."
Menunjang keefektifan suasana belajar mengajar?
Titit Shincan bisa mengundang keefektifan suasana belajar mengajar?
Yang bener aja.
Gue nggak mau bayangin kalo gue harus berangkat sekolah dengan telanjang bulat.
Toh dengan poster seperti ini memang menunjang konsentrasi di kelas gue, konsentrasi buat guru jadi nggak betah di kelas gue.
Gue lupa sampe kapan tuh poster-poster maksiat terpasang gagah di dinding kelas gue.
Akhirnya sampe kepala sekolah yang turun tangan untuk mencak-mencak agar poster itu segera dicopot.
Yah, seperti saat pemasangan, saat pencopotan poster-poster itu juga diikuti dengan penghormatan terakhir pada poster cawat The Rock, simbol kampret kelas gue.
"Sebelum penurunan, marilah kita berikan penghormatan terakhir pada The Rock, Hormat Grak!! Dafid memberi aba-aba pada segelintir manusia kampret yang ikut ritual nggak jelas itu, dan yang lebih konyolnya lagi, ada yang hormat dengan penuh penjiwaan.
Sarap banget.
Gue hanya tertawa terbahak-bahak dari bangku.
Gilaaa ..!! Anjriitt ..!!!
BalasHapuswkwkwkwk :D trnyata tmn2 lu tuh pda sarab smua mazBroo :o