Jumat, 28 Februari 2014

Mengagumi........ mu - 1

Hmmmm... enaknya mulai darimana ya?
Gue mau ceritain aja deh pengalaman pacaran pertama kali,
gue kenal ama cewe ini sebenernya bisa dibilang karena ketidaksengajaan, waktu dia natap mata gue, terus gue natap mata dia, lalu mata kita ketemuan, jatuh cinta, nikah dan mati (ngawur). Awal gue kenal ama cewe ini waktu gue kelas 1 SMA, jadi papa gue punya temen semasa beliau (biar sopan gitu pake beliau) menginjak muka orang, eh salah, menginjak bangku perkuliahan maksud gue. Bokap gue dan bokap itu cewe emang temen akrab, sampe sekarang pun masih sangan akrab, oke yang bagian ini emang gak penting.
Jadi, malam itu untuk pertama kalinya lagi setelah 10 tahun mereka gak ketemu karena alasan pekerjaan (gue gak yakin sebenernya dengan alasan yang 1 ini). Papa gue ngundang sang temen untuk dinner di rumah bersama keluarganya.
Mungkin biar enak gw pake inisial aja kalik ya buat temen papa gue, oke!! inisialnya Om Donisius L. Putra
udah jangan protes, menurut gue itu inisial :D
Pas pada hari itu sebenernya gue udah punya janji buat latian basket di sekolah, jam 6 sore, tapi eh tapi tetapi, mungkin Tuhan memang mengharuskan gue untuk ketemu ama cewe ini kalik ya, jam 5 sore hujan sekencang-kencangnya.. gue cuma duduk diem di depan tipi sambil nahan makian, kapan ujan ini bisa berenti.
Singkat cerita, gue gak bisa kemana-mana dan mau gak mau harus ikut dalam acara makan-memakan itu. ini makan nasi beserta lauk, bukan saling memakan lho ya..
Jam 06.36 WIB (gue masih inget) tepat datanglah sebuah mobil toyota kijang terparkir di teras depan rumah gue,
dan terjadilah adegan menggelikkan antara 2 bapak-bapak yg udah punya anak, jangan dilanjutin deh ya, gak tega nulisnya, takut kualat :))
gue yang emang dulunya sangat cuek, dan paling gak suka kalo ada orang yang datang kerumah hanya memantau kejadian itu dari lantai 2. kamar gue di lantai 2, paling depan, jadi dari teras lantai 2 gue bisa ngeliat apa yang terjadi di teras bawah.
1 per 1 manusia turun dari dalam mobil, gue liat ada cewe pirang, tinggi rambut panjang, persis jerapah gaul. tapi cantik pake banget, terus 1 anak laki-laki seumuran ama gue,
belum selesai gue ngintip kebawah, emak gue dah teriak manggil gue untuk turun menyambut kedatangan orang-orang asing ini, males banget... -_-
sedangkan adek gue udah siap aja di depan pintu, yak gue dan adek gue emang beda sifat, dia orangnya gak bisa diem, paling senang untuk berkenalan sama orang baru, dan paling senang kalo ada orang yang datang kerumah, kalo maling datang senang gak ya dia, (lupakan)
Lanjut,
ya mau gak mau gue turun deh kebawah, biar kata cuek gue orangnya penurut sama orang tua sendiri, yakk orang tua sendiri, ini gak berlaku buat orang tua orang lain, hahaha bodo amat :))
1 per 1 gue salamin sambil senyum munafik dan terpaksa, sampai pada tangan terakhir gw ngeliat sosok tapir bermuka banteng,
hahahaha gak..gak.. gue ngeliat seorang cewe cantik tersenyum manis, dan darisitu untuk pertama kalinya,
catet!! pertama kalinya gue senyum ikhlas kepada orang asing yang datang kerumah, cuma sama dia aja,
pas di ruang tamu gue duduk disebelah jerapah pirang, tapi nyambil ngelirik-ngelirik tuh bidadari dari neraka yang gue senyumin ikhlas tadi.
Entah apa yang adek gue bisikin ke dia sampe mereka cekikikan berdua, sampe sekarang gue gak tau, sampe sekarang!! tiap kali gue tanya keduanya tetep aja mereka bilang itu rahasia.. ah, tai banteng (dibahasa inggrisin)
Lanjut,
gue coba tanyain ke jerapah pirang,
"kak, yang itu adeknya ya?"
Jerapah pirangnya jawab
"Iya, kenapa? mau kenalan?"
gue cuma diem, lalu pergi ke kamar terus tidur, (ya gak mungkin lah) gue cuman diem terus ketawa geli,
dalam hati gue, ama elo aja gue belom kenalan, masa elo mau kenalin gue ke adek elo, bego banget dah..

SKIP

Waktu di meja makan, gw masih aja senyum-senyum ngeliat itu bidadari tapir bermuka banteng.
gak tau napa, kena santet kalik ya gue....
gue makan cepat-cepat dengan harapan cepat selesai terus menyendiri di ruang tengah, modus
hari gini modus itu penting broooo...hahahaha
biasa kan kalo acara makan-makan gini anak-anaknya kalo udah selesai makan pada misahin diri dari meja makan, males gabung orang-orang tua begosip.
Tepat sasaran, pas gue duduk sambil mainin hape itu bidadari dateng nyamperin gue,
"Bang, kok nyendiri?"
gue jawab
"Sengaja emang, nunggu ada yang datang buat nemenin ngobrol, hahaha (ketawa licik)"
*sekali lagi, ini namanya modus*
dia jawab,
"huuuuu, dasar gak jelas, oh ya kita belum kenalan kan ya"



To be Continued....

Kamis, 27 Februari 2014

Dear Jogjakarta - 1

"Siapa suruh datang di Jogja"
"Siapa suruh datang di Jogja"
"Sendiri suka, sendiri rasa"

Diawali dengan lagu koes plus yang sudah aku aransemen sendiri, hahahaha

Aku sudah tinggal di jogjakarta hampir 5 tahun. Dan di kota ini juga aku putus dengan pacarku, inisialnya Vhina, ya...alasan klasik sebenarnya karena gk kuat LDR. Dan saat ini, saat entri ini kutulis, adalah tahun dimana Pak SBY mau tidak mau harus turun dari jabatannya. Bukan, bukan karena kerjanya tak becus, tapi memang sudah waktunya. Namun soal tak becus itu, sedikit banyak ada benarnya sih. yak, memang benar....

Maafkan jika anda menjadi salah sangka. Artikel ini memang bukan dibuat untuk membahas Bapak Presiden. Ini murni kesalahanku sebagai penulis. Tolong dimaafkan dan lupakan.

Mari kembali ke tujuan awal...
Dengan waktu tinggal dan bersekutu bersama alam dan masyarakat Yogyakarta yang relatif lama itu, sudah banyak hal dan pengalaman aku dapatkan. Ada sedih, duka, murung, senang, suka dan senyum. Berbagai keberuntungan dan kesialan tersusun bagai kepingan-kepingan puzzle membentuk kenangan.

Memang, harus kuakui, keberuntungan yang kudapatkan di kota ini tak sebanyak apa yang mereka dapatkan oleh orang-orang yang tinggal di ibu kota. Malah sebaliknya, kesialan justru banyak menghampiri.

Sangat sial rasanya tinggal di kota ini, yang relatif sangat lancar dan aman, yang membuat aku dapat tinggal dengan nyaman. Anda bingung? Baiklah akan coba kujelaskan.

Ada beberapa kesialan yang kudapatkan di kota ini. Terlebih apabila dibandingkan dengan keberuntungan yang didapat oleh mereka yang tinggal di ibu kota.

Kesialan pertama, jarang sekali macet berarti yang menghambat lalu lintas di sini, yang memaksa aku harus selalu tepat waktu bila janjian bertemu seseorang. Aku tak seberuntung penduduk ibu kota yang bisa datang terlambat dan bilang “Sorry, kejebak macet.” dengan mudah.
Sialnya, jadilah aku sekarang orang yang sangat sering ontime.

Kesialan kedua, harga makanan yang sangat murah, membuat uangku tak sering habis hanya karena mengisi perut di sini. Ada banyak burjo, angkringan, lesehan dan warung makan lainnya yang selalu siap menerima kedatanganku tanpa membuat tersiksa dompet. Aku tak seberuntung mereka yang tinggal di ibukota, yang dapat menghabiskan uangnya dengan cepat untuk membeli makanan dengan banyak pilihan restoran-restoran mewah. 
Sialnya, jadilah aku pelit dan perhitungan soal biaya konsumsi makanan.

Kesialan ketiga, masyarakat Jogja yang sangat ramah, yang sangat rajin menyapa atau sekedar melempar senyum bahkan kepada orang yang tak dikenal, membuat aku, orang yang tadinya cuek dan tak terlalu peduli sekitar, mau tak mau harus menyempatkan waktu membalas sapa dan senyum mereka. Aku lagi-lagi tak seberuntung masyarakat ibukota, yang tak perlu buang-buang waktu untuk menyapa, melepar senyum, membalas sapaan dan senyuman orang-orang di sekitarnya. 
Sialnya, jadilah aku orang yang lebih peka, yang semakin peduli sekitar dan sesama.

Kesialan keempat, jarang sekali terjadi tindak kriminal, penipuan, pencurian dan pembunuhan di sini, yang membuat aku tak perlu was-was dan cemas dengan sekitar. Aku tak seberuntung orang-orang di ibukota, yang sering mengalami atau menjadi saksi perbuatan jahat, sehingga perlu selalu waspada dan curiga pada setiap orang. 
Sialnya, jadilah aku orang yang mudah menaruh kepercayaan kepada orang sekarang.

Kesialan kelima dan anggap saja terakhir, tinggal lama di daerah yang apa-apa murah, orang-orang yang ramah dan bisa dipercaya, kehidupan harmonis dan berbaur tanpa memandang SARA, membuat aku nyaman dan tentram. Aku tak seberuntung mereka yang di ibukota, yang sehari-hari berhadapan dengan banyak tekanan dan masalah, sehingga sudah terbiasa. Pindak ke kota lain tentu tak masalah bagi mereka, sebab kota terparah sudah ditaklukkan dengan mudah. 
Sialnya, aku menjadi sulit pindah dari Jogja.

Dan tahun ini 2014, aku telah menyelesaikan misi pendidikan-ku di Jogja. Sesuai hukum tak tertulis, aku seharusnya kembali ke kampung halaman, atau mencari pekerjaan di kota lain, atau apapun asal tidak terus menetap di Jogja. Aku harus pergi untuk digantikan mahasiswa rantau lain. Dengan demikian Jogja akan seimbang dan selalu sama.

Aku bisa terima jika ada yang bilang Jogja sekarang semakin penuh. Sesekali macet mulai terjadi di beberapa jalanan. Orang-orang mulai mengeluhkan kenyamanan Jogja yang berkurang.

Aku tau bahwa penyebabnya sangat banyak. Perkembangan ekonomi, bisnis hingga pendidikan membuat orang berbondong-bondong datang ke Jogja. Namun yang pergi tak sebanyak yang datang. Sebagai orang yang harusnya pergi, aku menyadari bagian dari penyebab masalah.

Aku tak pernah mengeluh soal Jogja yang katanya mulai tak nyaman. Aku juga heran dengan beberapa mahasiswa tua dan alumni yang terus menetap di Jogja yang ikut-ikutan mengeluh. Ibu Ani Yudhoyono kan tak mungkin mengeluh soal negara yang semakin bobrok. Dia bagian dari penyebabnya.

Seorang kawan yang lulus dan diterima kerja di kota lain, menangis di bandara saat meninggalkan Jogja. Dalam hati aku bernyanyi, “Siapa suruh datang ke Jogja!” yak, kalo kalian tahu bukan seperti itu liriknya, tapi ya..... *abaikan*

Dan begitulah. Aku terus merasa nyaman tinggal di kota ini walau dengan berbagai kesialan-kesialan itu. Aku sadar, bahwa mau tidak mau suatu saat aku harus meninggalkan kota ini. Cepat atau lambat, aku harus siap.

Pindah ke ibu kota? Tentu menarik. Aku ingin mencoba jadi orang beruntung seperti mereka.. :)

best regard : 
-Miss you D'Jenakers Family-